Cerita Dewasa 1


http://www.jarumpoker.com/jarumpk/index.php?daftar

“Di…, kalo misalnya loe lagi horni, lagi pengen bingit dan ga bisa ditahan, loe call Aqu aja ya. Kalo lagi ga sibuk pasti Aqu bantuin kok. Oke? Jangan malu-malu,” ucapnya, tiap kali aqu selesai membuat dia klimaks dengan jilatan di daerah kemaluan.
Dengan dukungan seperti itu, aqu pun memberanikan diri untuk meminta duluan. Pernah ketika aqu sedang di sela-sela kuliah, tiba-tiba saja kemaluanku terasa tegang dan nafsuku jadi menggebu-gebu. Aqu tak tahu kenapa, mungkin karena ketika itu sedang hujan gerimis dan udara lumayan dingin. Aqu jadi ingat pada Shana, kemudian aqu menelponnya, tapi tak diangkat. Aqu jadi heran, kemudian aqu kirimi dia SMS.

‘Shan,loe lg dmn?’
Aqu sengaja mengonfirmasi dulu, tak langsung to the point, sebab kalo hapenya sedang dipegang orang lain dan hubungan rahasia kita terbongkar, bisa berabe nanti.
Beberapa detik kemudian, Shana membalas:

‘Aqu lg ada kuliah. Tunggu sbntar ya.’
Aqu baru ingat kalo semester ini jadwal kuliah kita banyak yang tak sama. Shana lebih pintar dariku, ia sudah mengambil mata kuliah untuk semester depan, sementara aqu masih harus mengulang beberapa kuliah semester kemudian.
Lima belas menit lamanya aqu menunggu, akhirnya Shana balas menelponku.

“Haloe, Di. Aqu baru keluar class nih. Ada apa?” tanyanya santai.
“Nggg…. itu Shan…. habis ini loe ada jadwal lagi gag? Aqu….”
“Gag ada kok, udah selesai semua. Loe lagi dimana? Ada apa sih?”

Seandainya saja ketika itu aqu dapat mengatakan bahwa aqu mencintainya lebih dari sekedar kawan mesum, bahwa aqu memikirkannya lebih dari sekedar nafsu seks. Tapi aqu tak bisa mengatakan itu. Aqu sadar hubungan di antara kita ada di posisi apa.

“Friend with benefit”, begitu kata film-film Hollywood.

“Aqu lagi di teras gedung E. Aqu… g-Aqu butuh bantuan loe nih sekarang…,” ucapku pelan.
Di luar dugaan, Shana malah tertawa terbahak-bahak,

“Hahahaha… ngomong loe kaya yang mau nembak Aqu aja….! Pake gagap segala.”
Teggorokanku terasa mampat seketika. Kemudian Shana melanjutkan ucapannya.

“Ngarti, ngarti, Aqu ngarti kok. Tenang, Aqu lagi luang sekarang. Aqu samperin ke sana ya?”

“Oke….”

Aqu menunggu di sebuah kursi panjang yang kebetulan sedang kosong. Mahasiswa yang lain mungkin sudah pulang ato ada di dalem class. Geng Power Rangers selain kita berdua juga kalo tak salah sedang ada kesibukan sendiri-sendiri.
Shana muncul di seberang sana. Ia berlari kecil sembari menutupi kepalanya dengan tas, untuk menghindari gerimis. Ketika ia akhirnya tiba di hadapanku, baju kemeja kotak-kotak yang ia kenakan tampak basah sedikit. Di sela-sela kerah kemeja yang tak dikancingi itu, aqu dapat melihat kaos putih yang ketat membungkus badannya. Di bawahnya, ia mengenakan celana jeans ketat yang membuat kaki jenjangnya tercetak jelas.

“Sorry Shan, Aqu jadi ngerepotin…,” ujarku melihat ia sedang membersihkan bekas air di pundaknya.

“Selow aja. Yuk.”

Pertamanya, kita tak tahu harus melaqukannya dimana. Pada jam segini biasanya para mahasiswa masih belum pulang semua, jadi agak sulit menemukan ruang class yang kosong. Setelah beberapa menit mengitari gedung E, akhirnya kita menemukan ruang class yang sepertinya bisa digunakan.

“Di sini aja nih, kayanya aman,” ujar Shana.

Aqu melihat jadwal pemakaian class yang ditempel di kaca jendela, ternyata memang class ini tak akan dipake lagi sore ini.
Kita pun masuk ke dalem ruang class itu, Shana segera menutup pintu dan mengunci seloetnya, untuk jaga-jaga. Selama beberapa detik kita bertatapan, kemudian aqu memeluknya. Aqu merapatkan badanku dengan badannya, merasakan kehangatannya, merasakan payudara yang menononjol kecil dari balik kaosnya. Kemudian tanganku meraba pantatnya yang padat dan kencang, terbalut jeans ketat yang membuatnya semakin seksi.

“Aqu seneng Di, loe minta duluan,” ucapnya di telingaqu.

“Kenapa?”

“Jadinya Aqu gag ngerasa manfaatin loe doang. Selama ini Aqu kok ngerasa jadi perempuan mesum bingit ya, sekemudian yang mulai duluan. hahaha.” ucapnya, kemudian ia mencium leherku.

“Dasar loe Shan, loe kan emang mesum.”

Aqu langsung menyerbu bibirnya, aqu melumatnya dan menghisapnya, kemudian kumasukkan lidahku ke dalem rongga mulutnya. Lidah kita bertautan, saling menjilat, saling menghisap.

“Mmmmmhhh….” desah Shana di sela ciuman kita.

Tanpa melepaskan mulutku dari mulutnya, aqu mendorong badan Shana hingga ia tiduran di atas meja. Aqu terus menghisap bibirnya, sementara tanganku menyelinap ke dalem kaosnya, kemudian meremas-remas payudaranya yang masih ditutupi bh.
Dengan lihai aqu membuka kemejanya, kemudian menarik kaosnya hingga ke atas dada. Aqu dapat melihat badan Shana yang putih mulus, pinggangnya yang langsing, perutnya yang rata dan bersih, juga payudaranya yang bulat mungil mengintip dari balik bh warna hitam. Jika kuibaratkan badannya dengan makanan, maka ini adalah makanan sangat lezat yang siap kusantap.

“Nafsu bingit loe Di…” bisik Shana.

Aqu langsung menciumi perutnya, mmm…. bau parfum yang ia kenakan semakin menambah gairahku. Kemudian kujilati pusarnya hingga ia menggelinjang keenakan.

“Aaahh… Adi…. Geli….”

“Jangan keras-keras suaranya, nanti ada yang denger….”

Kemudian aqu menyingkap cup bh-nya, menampakkan payudaranya yang sangat ranum dan bulat bagaikan apel, meskipun ukurannya tak terkemudian besar. Kedua putingnya tampak sudah menegang berkat rangsanganku barusan.
Aqu langsung melahap payudaranya itu. Yang sebelah kanan kujilati dan kuhisap menggunakan mulut, sementara yang kiri kupijat-pijat dan kupilin-pilin putungnya.

“Mmmm…. surrrrppp!”

“Ahhh…. Urghhh….” Shana tampak tak bisa mengendalikan desahannya.

Aqu terus menikmati keindahan payudaranya, sembari aqu menggesek-gesekkan selangkanganku ke
arah selangkangannya yang sama-sama masih ditutupi celana.

“Di…, Adi…,” ia memanggil.

“Kenapa Tan?” tanyaqu.

“Mmmmh… kok malah Aqu lagi Aqu lagi sih.. sekarang kan giliran loe, kan tadi loe yang minta,”

ucapnya dengan mata sayu.
Shana kemudian bangkat berdiri dan mendorongku. Ia membetulkan posisi bh dan kaosnya, kemudian menepuk pundakku.

“Sekarang loe diem aja,” ia menggoda.

Kemudian ia mulai menjilati leherku, kupingku, sampai ke perut yang ada di balik kaos yang kukenakan. Aqu merinding merasakan lidahnya yang lembut dan hangat menjalar di sekitar pusarku. Kemudian dengan perlahan-lahan ia menggunakan tangannya untuk mengelus-elus kemaluanku.

“Kayanya loe kedinginan ya, sampe tegang begini?” tanyanya. Aqu hanya mengangguk.

Dengan terampil ia membuka resleting celanaqu, kemudian merogoh ke dalem dan mengeluarkan kemaluanku yang sudah keras dan tegang. Ia pun melanjutkan jilatannya. Gagang kemaluanku ia jilati dengan lembut dan penuh perasaan, hingga permukannya basah terkena air liur. Setelah basah, ia pun menggenggam kemaluanku dan mengocoknya perlahan.

“Hmmmmh… enak Shan….” gumamku.

Ia juga tak lupa menjilat dan menghisap biji kemaluanku. Aqu mendesah keenakan, rasanya memang sulit menahan kenikmatan ini. Apalagi ketika ia membuka mulutnya dan mulai melahap kemaluanku. Ia menghisapnya, menyedotnya seperti sedang menikmati permen.

“Wiii…wo aaiwa woi waa….” gumamnya tak jelas. Ucapannya tak jelas karena mulutnya sedang
disesaki oleh kemaluanku.

“Apa Shan?”

“Wo wao… we waaaia… surrrp!” ia melepaskan kemaluanku dari mulutnya, kemudian menelan ludah,

“Ahh. Sial ni mikrofon lu bukannya bikin suara jelas malah bikin ga kedengeran!”

“He hehe… loe mau ngomong apa sih?”

“Aqu mau bilang, kaloe loe mau keluar, pliis jangan keluarin di mulut Aqu kaya waktu itu….

Rasanya bikin mual. Plis kasih tau ya kaloe loe udah mau keluar…,” ucapnya sembari mengocok kemaluanku dengan tangannya.

“Iyaaa deh, nanti Aqu kasih tau.”

“Janji yaaa?”

“Janjiii!” aqu membentuk huruf V dengan jari tangan.

Tanpa ragu, Shana kembali melahap kemaluanku, kali ini lebih dalem dari sebelumnya. Ia memaju-mundurkan kepalanya, membuat kemaluanku tertelan lebih dalem. Aqu tak menyangka, dalem waktu singkat ia sudah jadi seahli ini. Sesekali aqu seperti merasakan ujung kemaluanku menyentuh tenggorokannya. Kehangatan yang luar biasa, sungguh nikmat.

“MMmmmhhh… gilaaa, nikmat bingit….” gumamku.

Sembari menikmati sedotannya, aqu mengelus-elus rambutnya, merasakan rambutnya yang panjang dan sehat seperti di iklan-iklan shampoo. Dalem hati aqu bertanya-tanya, apakah kenikmatan fisik ini sudah cukup bagiku? Apakah di dalem hati Shana tak ada sesuatu yang lebih? Semakin aqu memikirkan itu, semakin bertambah gairahku, dan aqu sudah tak bisa mengendalikannya lagi.
Beberapa menit kemudian, aqu pun berbisik,

“Shan… Aqu mau keluar…. mmmh!”

Mata Shana menatap ke arahku dari bawah sana, kemudian ia buru-buru melepaskan kemaluanku. Dengan suara ‘ah’ yang keluar dari mulutnya, ia berusaha mengambil nafas yang sejak tadi terhambat, dan itu membuat wajahnya semakin cantik. Aqu memegangi kepalanya agar ia tak menghindar, kemudian kukocok kemaluanku sendiri, dan dalem waktu singkat air maniqu keluar dengan kecepatan tinggi. Muncrat dan mengenai wajah Shana, sebagian ada yang di dekat hidung, di dekat mulut, dan ada juga yang mendarat di poni rambutnya. Ada perasaan puas dan nikmat ketika melihat air mani itu mengalir pelan ke dagu dan ke lehernya.
Shana masih terdiam, sepertinya ia agak shock menerima ‘shower’ tadi. Kemudian perlahan-lahan ia menyentuh air maniqu di wajahnya menggunakan ujung jari. Sepertinya ia dapat merasakan sensasi lengket dan kehangatan di wajahnya.

“Aqu bilang jangan keluarin di mulut, malah ngeluarin di muka. Kebanyakan nonton bokep loe ya?”
ucap Shana menyindir.

“Sorry, abisnya gag keburu,” kilahku.

“Bisa tambah mulus nih muka Aqu, kaloe maskeran kaya gini terus,” candanya,

“Untung bawa tisu.”

Shana mengambil tisu di dalem kantong celananya, kemudian membersihkan air maniqu di wajahnya. Harus kuaqui, jumlahnya memang cukup banyak. Kalo tak salah aqu sampai menyemprotkannya enam kali tadi.

“Huff…” aqu menghela nafas lega.

“Gimana? udah lega sekarang?” tanya Shana.

“Udah. Lega bingit. Makasih ya, Tan.”

“Santai aja. Itulah gunanya temen, saling menoloeng di ketika butuh. hehehe,” ucap Shana sembari mengenakan lagi kemejanya.

“Kawan…” aqu bergumam, kemudian tertawa dalem hati.
Tiba-tiba ponsel Shana berbunyi. Ia segera mengambilnya dari dalem tas, kemudian mengangkatnya. Sementara itu, aqu membetulkan celanaqu.

“Haloe….” ucap Shana pada seseorang yang meneleponnya.

Aqu berusaha menguping, tapi tak terdengar jelas. Shana tak banyak bicara, ia hanya senyum-senyum malu mendengarkan suara orang di telepon itu. Dan ketika kuperhatikan lagi, aqu dapat melihat wajah Shana menjadi merah, seperti orang yang merasa malu.
Belakangan, aqu semakin mengarti, wajahnya yang merona merah ketika itu tak sekedar berarti malu, lebih dari itu, rona merah itu karena ia sedang jatuh cinta… pada lelaki yang meneleponnya itu.

http://www.jarumpoker.com/jarumpk/index.php?daftar

Tidak ada komentar:

http://ceritadew4sa.blogspot.co.id/. Gambar tema oleh Jason Morrow. Diberdayakan oleh Blogger.